Cara Riset Konten yang Selalu Disukai Audiens
Buat kamu yang pengen jadi Social Media Specialist atau sekadar pengen serius main di dunia digital, satu hal yang nggak bisa kamu lewatin adalah riset konten. Banyak banget orang bikin konten asal jadi: bikin karena lagi pengen, ikut-ikutan tren, atau sekadar upload biar nggak kosong. Padahal, kalau kamu pengen kontenmu beneran disukai audiens, strategi riset itu wajib hukumnya.
Konten yang sukses itu biasanya nggak datang dari “kebetulan”, tapi hasil dari riset yang matang. Dengan riset, kamu bisa tahu apa yang sebenarnya dicari audiens, gimana gaya komunikasi yang mereka suka, dan jenis konten apa yang punya peluang paling besar buat viral.
Nah, di artikel ini kita bakal bahas panjang lebar soal cara riset konten yang efektif, step by step, sampai trik growth hack biar kontenmu selalu relevan dan disukai audiens.
Kenapa Riset Konten Itu Penting?
Sebelum masuk ke teknis, coba bayangin gini. Kamu bikin konten tentang “Tips Belajar Matematika”. Tapi ternyata, audiensmu lebih suka konten “Tips Belajar Matematika dengan Cara Seru tanpa Ribet”. Kata kuncinya hampir sama, tapi hasilnya bisa jauh beda. Tanpa riset, kamu nggak akan tahu perbedaan kecil yang bikin engagement naik berkali lipat.
Beberapa alasan riset itu penting:
- Ngerti kebutuhan audiens: kamu tahu apa yang lagi mereka cari.
- Hemat waktu: fokus bikin konten yang beneran diminati, bukan sekadar coba-coba.
- Tingkatkan CTR dan engagement: judul, thumbnail, sampai isi konten bisa lebih tepat sasaran.
- Lebih gampang viral: karena kontenmu relevan dan sesuai tren.
- Bikin brand positioning kuat: kamu jadi dikenal sebagai sumber konten yang selalu relate.
Langkah-Langkah Riset Konten yang Efektif
1. Tentukan Target Audiens dengan Jelas
Riset konten nggak akan ada gunanya kalau kamu nggak tahu siapa target audiensmu. Coba jawab pertanyaan ini:
- Siapa yang pengen kamu jangkau? (remaja, mahasiswa, pekerja, ibu rumah tangga, pebisnis, dll.)
- Apa masalah utama mereka?
- Apa yang bikin mereka tertarik scroll lebih lama di timeline?
Contoh: kalau targetmu remaja SMA, kontennya harus simpel, visual menarik, dan gaya bahasanya santai. Kalau targetmu pebisnis, konten harus lebih profesional dan banyak data.
2. Gunakan Tools Riset Kata Kunci
Konten yang disukai audiens biasanya berhubungan dengan apa yang sering mereka cari. Nah, di sini keyword research jadi senjata utama.
Tools yang bisa dipakai:
- Google Trends: buat tahu topik yang lagi naik daun.
- Answer the Public: kasih insight pertanyaan apa yang sering ditanyain orang tentang suatu topik.
- YouTube Search Suggestion: ketik satu kata, lihat rekomendasi pencarian populer.
- TikTok Search: mirip YouTube, tapi fokus di tren cepat.
- Instagram Explore: buat tahu tren visual dan gaya storytelling yang lagi booming.
Contoh: kamu ketik “belajar bahasa Inggris” di YouTube, lalu muncul saran “belajar bahasa Inggris untuk pemula” atau “belajar bahasa Inggris untuk interview kerja”. Nah, dari sini kamu tahu konten yang lebih spesifik dan diminati.
3. Analisis Kompetitor
Nggak ada salahnya intip kompetitor. Lihat konten mereka yang performanya bagus, tapi jangan sekadar copy. Analisis dulu:
- Judul yang mereka pakai.
- Format kontennya (video pendek, carousel, infografis, long video).
- Engagement rate (like, komentar, share).
- Cara mereka membangun storytelling.
Dari situ kamu bisa ambil inspirasi, lalu modifikasi dengan gaya khasmu sendiri.
4. Cek Insight di Platform Sosial Media
Kalau kamu udah punya akun dengan beberapa konten, manfaatkan data insight. Misalnya:
- Konten mana yang paling banyak disimpan (save)? Itu artinya konten tersebut berguna buat audiens.
- Konten mana yang paling banyak dishare? Itu tandanya kontenmu relate dan layak disebarin.
- Waktu posting mana yang dapet engagement paling tinggi?
Data ini bisa jadi kompas buat bikin konten berikutnya.
5. Pahami Pola Konten Viral
Konten viral itu biasanya punya pola tertentu, misalnya:
- Menghibur: bikin ketawa, bikin penasaran.
- Mengajarkan sesuatu: tips, tutorial, life hack.
- Menyentuh emosi: bikin terharu, termotivasi, atau marah.
- Ikut tren: challenge, meme, atau topik yang lagi ramai.
Dengan memahami pola ini, kamu bisa bikin konten yang punya peluang lebih besar buat disukai audiens.
Trik Growth Hack Riset Konten
Kalau tadi bahas step standar, sekarang kita bahas growth hack alias trik cepat yang sering dipakai Social Media Specialist.
1. Gunakan Formula 3C (Content, Context, Community)
- Content: topik yang beneran diminati audiens.
- Context: bikin konten sesuai tren atau momen tertentu (misal: tahun baru, lebaran, BTS comeback).
- Community: libatkan audiens dalam pembuatan konten (polling, Q\&A, challenge).
2. Pantau Komentar Audiens
Kadang, ide konten terbaik justru datang dari komentar. Kalau ada banyak orang tanya hal yang sama, itu artinya mereka pengen topik itu dibahas lebih dalam.
3. Gunakan Teknik “Content Gap”
Cari topik yang sering dicari tapi jarang ada yang bahas dengan lengkap. Misalnya, banyak orang bahas “cara edit video di CapCut”, tapi jarang yang bahas “cara edit video aesthetic CapCut khusus untuk presentasi sekolah”.
4. Manfaatkan AI Buat Brainstorming
AI bisa dipakai buat ide awal, tapi tetap harus kamu poles biar sesuai gaya personal. Misalnya, pakai AI buat generate 10 ide konten, lalu kamu pilih 2–3 yang paling cocok.
5. Recycle Konten Lama
Konten lama yang dulu performanya bagus bisa kamu remake dengan format baru. Misalnya, konten carousel tahun lalu kamu ubah jadi video reels dengan update terbaru.
Studi Kasus: Konten yang Disukai Audiens
- Edukasi Singkat di TikTok
- Konten Meme + Edukasi
- Konten Storytelling di Instagram
Ada akun yang konsisten bikin konten “Belajar bahasa Inggris dalam 1 menit”. Karena formatnya singkat, to the point, dan jelas, engagement-nya selalu tinggi.
Channel YouTube pendidikan matematika pakai gaya meme buat jelasin konsep. Hasilnya, konten yang biasanya ngebosenin jadi gampang diterima audiens muda.
Sebuah brand skincare bikin konten berbentuk cerita “perjalanan kulit seseorang”. Hasilnya, orang lebih engage karena merasa relate dengan kisah tersebut.
Kesalahan dalam Riset Konten
- Cuma Ikut-Ikutan Tren
- Terlalu Luas Target Audiens
- Mengabaikan Data Insight
- Overthinking Sebelum Mulai
Tren penting, tapi kalau nggak sesuai dengan niche, hasilnya malah zonk.
Kalau targetmu semua orang, akhirnya nggak kena siapa-siapa.
Banyak yang bikin konten tanpa lihat data performa sebelumnya. Akhirnya cuma buang-buang tenaga.
Kebanyakan riset tanpa eksekusi juga salah. Ingat, riset itu panduan, bukan penghambat.
Checklist Riset Konten Sebelum Eksekusi
- [ ] Sudah jelas siapa target audiensnya?
- [ ] Sudah pakai keyword research buat tahu apa yang dicari?
- [ ] Sudah analisis kompetitor?
- [ ] Sudah cek insight performa konten sebelumnya?
- [ ] Sudah tahu pola konten viral yang cocok buat niche?
- [ ] Sudah siapkan format konten yang sesuai (video, carousel, artikel)?
Kalau semua checklist ini tercentang, artinya kontenmu punya peluang besar buat disukai audiens.
Kesimpulan
Riset konten itu bukan sekadar nyari ide biar bisa posting setiap hari. Lebih dari itu, riset adalah fondasi penting buat bikin konten yang selalu relevan, engaging, dan punya potensi viral. Dengan riset yang tepat, kamu nggak cuma bikin konten asal jadi, tapi juga membangun hubungan kuat dengan audiensmu.
Ingat, konten yang disukai audiens lahir dari kombinasi data dan kreativitas. Data kasih arahan, kreativitas kasih nyawa. Kalau dua hal ini ketemu, kontenmu bukan cuma sekadar tayang di timeline, tapi juga bikin orang rela klik tombol like, share, dan tentu aja — subscribe atau follow.
Jadi, mulai sekarang jangan bikin konten asal upload. Mulailah dengan riset, pahami audiens, dan bikin karya yang benar-benar mereka butuhkan. Itu kunci jadi Social Media Specialist handal yang selalu dicari brand dan punya peluang karier cerah di dunia digital.
Gabung dalam percakapan